Rabu, 31 Maret 2010

Pancasila Mampu Bersaing dengan Ideologi Lain
_________________________________________________________________

MALANG (Media): Ideologi Pancasila tetap bisa bersaing dengan
ideologi-ideologi lain di dunia ini karena memiliki sejumlah
keunggulan yang tidak ditemukan dalam ideologi lain, kata Kepala BP-7
Pusat Prof M Alwi Dahlan PhD.

"Ideologi Pancasila tetap mampu bersaing, mampu kompetitif menjawab
perubahan zaman, walaupun Indonesia diserbu nilai-nilai asing di era
globalisasi ini," kata Alwi Dahlan menjawab pers di Malang, Sabtu,
seusai seminar 'Peningkatan Integrasi Nasional Dalam Era Globalisasi
Melalui Pembinaan Budaya Politik dan Pendidikan Pancasila'.

Menurut Alwi yang juga Guru Besar Ilmu Komunikasi ini, kekuatan dari
ideologi Pancasila justru terletak pada kemampuannya menjaga
keseimbangan antara unsur-unsur yang ada di masyarakat Indonesia.

Di tengah suasana globalisasi, ujar dia, ideologi yang bisa bertahan
adalah ideologi yang bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan
global dengan kepentingan nasional. Artinya, kata Alwi, ideologi yang
bisa terus eksis adalah ideologi yang bisa menempatkan kepentingan
nasional tanpa ikut terpengaruh nilai-nilai asing dari ideologi lain
yang datang melalui informasi global seperti siaran televisi, internet
atau pertukaran jasa dan barang lainnya.

Persoalan kompetisi ideologi mencuat dalam seminar menyambut Hari
Ulang Tahun ke-30 berdirinya Laboratorium Pancasila IKIP Malang,
ketika salah satu peserta dari Yogyakarta meragukan kemampuan
Pancasila sebagai ideologi berkompetisi melawan nilai-nilai ideologi
lain yang masuk ke Indonesia melalui globalisasi.

Banyak keunggulan
Menurut Alwi, bila dibandingkan dengan ideologi lain, seperti ideologi
Marxisme atau Komunisme, Pancasila memiliki berbagai keunggulan,
karena Pancasila menempatkan unsur keseimbangan yang tidak banyak
ditemukan dalam ideologi lain.

"Semua ideologi lain di dunia umumnya hanya mementingkan kelompok
tertentu atau hanya berpihak pada golongan tertentu, misalnya ideologi
Marxis atau Komunisme, cenderung hanya mementingkan kelompok tertentu
yakni kelompok buruh, khususnya kelompok 'elite' kaum pekerja," ujar
Alwi Dahlan.

Sementara itu, di belahan negara lain, ada ideologi yang hanya
berpihak kepada kepentingan kelompok yang memiliki modal, orang yang
punya kuasa, atau hanya bagi orang-orang pintar dalam masyarakat.

"Kita patut bersyukur karena Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia tidak seperti itu, tetapi ada keseimbangan
antarunsur-unsurnya," ujarnya.

Dalam ceramahnya, Kepala BP-7 Pusat itu mengatakan, kemajuan teknologi
komunikasi memberi dampak penting di dunia, termasuk di Indonesia.
Dampak yang amat terasa adalah terancamnya nilai-nilai bangsa akibat
serangan 'banjir' informasi dan hilangnya kendala ruang fisik dan
waktu serta terciptanya jaringan komunikasi global.

"Kemajuan teknologi komunikasi membuat arus informasi global yang
makin interaktif dengan volume dan kecepatan tinggi, melangkahi
batasan dan kendali negara. Akhirnya, kemajuan ini mendorong
globalisasi di segala bidang seperti bidang ekonomi, politik, sosial,
budaya, ideologi dan sebagainya," ujar Alwi.

Ia mengatakan, globalisasi informasi dengan kekuatan jaringannya,
masuk ke Indonesia tanpa bisa lagi dibendung, dan tanpa disadari juga
memasukkan nilai-nilai, termasuk nilai-nilai dasar ideologi lain yang
perlu diwaspadai.(RO/Ant/D-12) k

Tidak ada komentar:

Posting Komentar